Saturday, April 30, 2016

Shalat Sunah Bukan Rawatib Yang Dilakukan Secara Berjama’ah

Shalat Sunah Bukan Rawatib Yang Dilakukan Secara Berjama’ah
Ada beberpa sunah bukan rawatib yang dilakukan secara berjama’ah, yaitu:
  • sholat teraweh
Sholat Tarawih
Shalat tarawih hukumnya mustahab (sunah) menurut ijma’ ulama,
عَنْ أَبِي هرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ يُرَغِّبُهُمْ في قِيَامِ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ أنْ يَأمُرَهُمْ بِعَزِيمَةٍ فَيَقُولُ: مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إيمَاناً وَاحْتِسَاباً غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ (رواه الشيخان)
Dari Abu Hurairah ra ia berkata: Rasulullah saw pernah menggalakkan sahabatnya berqiam Ramadhan tanpa menyuruh mereka dengan kesungguhan (ini menunjukkan bukan suatu kewajiban), lalu beliau bersabda: “Barangsiapa menegakkan Ramadhan dalam keadaan beriman dan mengharap balasan dari Allah, niscaya diampuni dosa yang telah lalu.” (HR Muttafaqun ‘alaih).
Adapun bilangan raka’atnya adalah 20 raka’at dengan sepuluh salam, dianjurkan agar dilakukannya
berjama’ah. Hal ini dilakukan oleh Sayyidina Umar bin Khattab ra melihat Muslimim shalat di masjid pada malam bulan Ramadhan, maka sebagian mereka ada yang shalat sendirian dan ada pula yang shalat secara berjama’ah.
عَنْ السَائِبِ بِن يَزِيْد رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ : أَنَّ عُمَرَ بنَ الخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنهُ جَمَعَ النَّاسَ فِي رَمَضَانَ عَلَى أُبَيِّ بنِ كَعبٍ (البخاري)
Dari as-Saib bin yazid ra, ia berkata: sesungguhnya Umar bin Khattab mengumpulkan manusia di bulan Ramadhan dalam satu jama’ah dan dipilihlah Ubai bin Ka’ab ra sebagai imam (Shahih Al-Bukhari).
Perbuatan ini disetujui oleh seluruh shahabat Nabi saw dan waktunya setelah shalat isya’ sampai fajar menyingsing sama dengan waktu shalat witir.
عَنِ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : كَانُوا يَقُومُونَ عَلَى عَهْدِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ بِعِشْرِينَ رَكْعَةً ، قَالَ : وَكَانُوا يَقْرَءُونَ بِالْمِائَتَيْنِ ، وَكَانُوا يَتَوَكَّئُونَ عَلَى عِصِيِّهِمْ فِي عَهْدِ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ مِنْ شِدَّةِ الْقِيَامِ (البيهقي بإسناد صحيح)
Ada lagi hadits dari as-Saib bin Yazid ra, ia berkata ”sesungguhnya mereka beshalat pada masa Umar bin Khattab ra di bulan Ramadhan 20 raka’at. Ia berkata: mereka membaca 200 ayat dan pada masa Ustman bin Affan ra ada yang shalat sambil bersender kepada tongkat tongkat mereka karena lamanya qiam. (HR al-Baihaqi dengan sanad shahih)
  • sholat idul fitri / adha
Sholat Hari Raya (Iedul Fitri & Iedul Adha)
Kedua shalat ini hukumnya sunah muakkadah yaitu sunah yang selalu dikerjakan Nabi saw.
عن طَلْحَةَ بْنَ عُبَيْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ : جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ أَهْلِ نَجْدٍ ثَائِرَ الرَّأْسِ يُسْمَعُ دَوِيُّ صَوْتِهِ وَلا نَفْقَهُ مَا يَقُولُ ، فَإِذَا هُوَ يَسْأَلُ عَنِ الإِسْلامِ ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” خَمْسُ صَلَوَاتٍ فِي الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ ، قَالَ : هَلْ عَلَيَّ غَيْرُهُنَّ ؟ قَالَ : لا ، إِلا أَنْ تَطَّوَّعَ (رواه الشيخان)
Sesuai dengan hadits tersebut sebelumnya dari Thalhah bin Ubaidillah ra, ia berkata: “Seorang penduduk Najd telah datang menghadap Rasulullah saw dengan keadaan rambutnya yang kusut. Kami mendengar nada suaranya tetapi tidak memahami kata-katanya sehingga ia mendekatinya. Dia terus bertanya mengenai Islam. Lalu Rasulullah saw bersabda: Islam adalah shalat lima waktu sehari semalam. Lelaki tersebut bertanya lagi: Masih adakah shalat lain yang diwajibkan kepadaku? Rasulullah saw menjawab: Tidak, kecuali jika engkau ingin melakukannya secara sukarela yaitu shalat sunat.” (HR Bukhari Muslim)
Kedua shalat ini dilakukan dua raka’at diiringi dengan niat shalat iedul fitri atau iedul adha, waktunya setelah terbit matahari sampai condongnya matahari dan disunahkan mengakhirkannya sedikit sampai matahari naik setinggi tombak.
عَنْ عُمَرَ ابْنِ الخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أنه قَالَ: صَلَاةُ الْأَضحَى رَكْعَتَانِ وَصَلَاةُ الْفِطْرِ رَكْعَتَانِ وَصَلَاةُ السَّفَرِ رَكْعَتَانِ وَصَلَاةُ الْجُمُعَةِ رَكْعَتَانِ تَمَامٌ غَيْرُ قَصْرٍ عَلَى لِسَانِ نَبِيَّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَدْ خَابَ مَنِ افْتَرَى (رواه أحمد ، الشافعي ، وابن ماجه)
Dari Umar bin Khatthab ra, ia berkata ”Shalat Iedul Adha dua raka’at, shalat Iedul Fitri dua raka’at, shalat musafir dua raka’at, shalat jum’at dua raka’at, sempurna tidak di-qashar menurut lisan Nabi kamu Muhammad saw, dan celaka atas orang yang mendustainya” (HR Ahmad, Syafie dan Ibnu Majah)
Kedua shalat ini sunah dilakukan secara berjama’ah dengan 7 takbir di raka’at pertama dan 5 takbir di raka’at kedua selain takbiratul ihram dan takbir berdiri dari sujud dan disunahkan Mengangkat tangan setinggi bahu pada setiap takbir.
عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُكَبِّرُ فِي الْفِطْرِ الْأُولَى سَبْعًا وَفِي الثَانِيَةِ خَمْسًا سِوَى تَكْبِيرَةِ الصَّلَاةِ (أبو داود وغيره بأسانيد حسنة)
Dari Amru bin Syu’aib ra dari bapaknya dari kakeknya, ia berkata: Rasulallah saw bertakbir pada shalat iedul fitri 7 takbir di raka’at pertama dan 5 takbir di raka’at kedua selain takbir untuk shalat” (HR Abu Dawud dengan sanad hasan)
Kedua shalat ini disunahkan setelah membaca ta’awwudh dan surat Fatihah, membaca surat “Qaf” di raka’at pertama dan surat “Al-Qomar” di raka’at kedua. Atau surat ” ’Ala (Sabihisma)” dirakat pertama dan surat “Al-Ghasyiyah (Hal ataka)” pada raka’at kedua.
عَنْ أَبِي وَاقِدٍ اللَّيْثِيَّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقْرَأُ يَوْمَ الْفِطْرِ والأَضْحَى  ق وَالْقُرْآنِ الْمَجِيدِ ، وَاقْتَرَبَتِ السَّاعَةُ (رواه مسلم)
Dari Abi Waqid al-Laisti ra ia berkata: “sesungguhnya Rasulallah saw membaca pada shalat hari raya Fitir dan Adha (Qaf wal quranul majid) dan surat (Iqtarabitis sa’ah)” (HR Muslim)
عَنْ النُّعْمَان بْن بَشِير رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَرَأَ فِي الْعِيدَيْنِ بِـ ” سَبِّحْ اِسْم رَبّك الْأَعْلَى ” وَ ” هَلْ أَتَاك حَدِيث الْغَاشِيَة (رواه مسلم)
Dari Nu’man bin Basyir ra ia berkata: “Rasulallah saw membaca pada shalat
Hari raya (Sabbihisma rabikal ‘ala) dan (Hal ataka hadistul ghasyiah)” (HR Muslim)
Kedua shalat Ied disunahkn bagi imam menyaringkan bacaan dan takbirnya. Antara dua takbir disunahkan membaca tasbih “Subhanallah wal hamdulillah wala ilaha illah wallahu akbar”. Dan kedua shalat ini dilakukan tanpa adzan dan iqamah
عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : شَهِدْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى الْعِيدَيْنِ بِغَيْرِ أَذَانٍ وَلَا إقَامَةٍ (رواه مسلم)
Dari Jabir bin Samrah ra ia berkata: “Aku menyaksikah bersama Rasulallah saw kedua shalat Ied lebih dari sekali tanpa adzan dan iqamah” (HR Muslim)
Dan sunah sebagai pengganti adzan dan iqamah didengungkan lafadh“ASH-SHALAATU JAAMI’AH”. Hal ini dilakukan berkiyas kepada shalat gerhana.
عنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُا أَنّ الشّمْسَ خَسَفَتْ عَلَىَ عَهْدِ رَسُولِ اللّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَعَثَ مُنَادِياً “الصّلاَةُ جَامِعَةٌ ” (رواه الشيخان)
Dari Aisyah ra, ia berkata: “telah terjadi gerhana matahari pada zaman Rasulullah saw. lalu Beliau mengutus seorang penyeru (munaadi) mengumandangkan: “ASH-SHALAATU JAAMI’AH” (HR Bukhari Muslim)
Disunahkan khutbah dua kali setelah shalat
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : شَهِدْتُ العِيدَ مَعَ رَسُولِ اللهِ وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ فَكُلُّهُمْ كَانُوا يُصَلُّونَ قَبْلَ الخُطْبَةِ (رواه الشيخان)
Sesuai dengan hadits dari Ibnu Abbas ra, ia berkata: “aku menyaksikan shalat Ied bersama Rasulallah saw, Abu Bakar dan Ustman ra mereka seluruhnya shalat Ied sebelum khuthbah” (HR Bukhari Muslim)
عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ شَهِدْتُ مَعَ رَسُولِ الله صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ الأَضْحَى بالمُصَلَّى، فَلَمّا قَضَى خُطْبَتَهُ نَزَلَ مِنْ مِنْبَرِهِ (رواه الشيخان)
Dari Jabir ra, ia berkata: “Aku menyaksikan bersama Rasulallah saw shalat Ied Adha, beliau turun dari mimbar setelah selesai khutbah.” (HR Bukhari Muslim)
Disunahkan membaca takbir 9 kali pada khutbah pertama, dan 7 kali pada khutbah kedua secara berturut-turut,
عَنْ عُبَيْدِ اللهِ بِنْ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ : هُوَ مِنْ السُّنَّةِ (رواه البيهقي و ابن أبي شيبة)
sesuai dengan hadits Ubaidillah bin Abdullah ra, ia berkata: “ia (takbir pada khutbah) termasuk sunah” (HR al-Baihaqi dan Ibnu Abi Syaibah)
Kedua shalat Ied lebih baik jika dilakukannya di masjid. Jika masjid sempit dan tidak muat oleh jama’ah maka boleh dilakukan di tanah lapang.
عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الخُدْرِي رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى إِلَى الْمُصَلَّى (رواه الشيخان)
Sesuai dengan hadits dari Abu Said al-Khudri ra, ia berkata : sesungguhnya Nabi saw pada hari raya iedul fitri dan iedul adha keluar ke mushalla” (HR Bukhari Muslim)

Sunah-Sunah Dilakukan Pada Hari Raya (Ied)
1- Disunahkan makan sebelum berangkat shalat Iedul fitri, dan menahan diri (tidak makan) sebelum berangkat shalat iedul adha.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُرَيْدَةَ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ َلا يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَطْعَمَ وَيَوْمَ النَحْرِ لاَ يَأْكُلُ حَتَّى يَرْجِعَ فَيَأْكُل مِنْ نَسِيْكَتِهِ (أحمد في مسنده و الترمذي و ابن ماجه و الدارقطني والحاكم و أسانيد حسنة)
Dari Abdullah bin Buraidah ra ia berkata: ” Rasulullah tidak keluar di hari Fitri sebelum beliau makan, dan di hari raya kurban beliau tidak makan sampai ia kembali dan makan daging kurbannya” (HR Ahmad, At-Tirmidzi, Ibu Majah, ad-Darquthni, Al-Hakim, dengan sanad hasan)
2- Mandi sebelum melakukan shalat Ied berkiyas kepada shalat Jum’at, waktunya mulai dari malam hari raya.
لِمَا رُوِىَ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ كَانَ يَغْتَسِلُ يَوْمَ الْفِطْرِ قَبْلَ أَنْ يَغْدُوَ إِلَى الْمُصَلَّى (مالك في الموطأ)
Diriwatkan bahwa Abdullah bin Umar ra mandi pada hari Iedul Fitri sebelum pergi ke mushalla” (HR. Malik dalam Al-Muwaththa’)
3- Berhiyas atau Memakai pakaian yang bagus
عن عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : أَخَذَ عُمَرُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ جُبَّةً مِنْ إِسْتَبْرَقٍ تُبَاعُ فِي السُّوقِ فَأَخَذَهَا فَأَتَى بِهَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، ابْتَعْ هَذِهِ تَجَمَّلْ بِهَا لِلْعِيدِ وَالْوُفُودِ ، فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّمَا هَذِهِ لِبَاسُ مَنْ لَا خَلَاقَ لَهُ (رواه الشيخان)
Dari Abdullah bin Umar ra bahwa Umar ra mengambil sebuah jubah dari sutera yang dijual di pasar maka dia bawa kepada Rasulullah saw, lalu Umar ra berkata: “Wahai Rasulullah, belilah ini dan berhiaslah dengan pakaian ini untuk hari raya dan menyambut utusan-utusan.” Rasulullah saw pun berkata: “Ini adalah pakaian orang yang tidak akan dapat bagian (di akhirat)” (HR Bukhari Muslim).
Hadits ini menunjukkan disyari’atkannya berhias untuk hari raya dan bahwa ini perkara yang biasa di antara mereka.(Fathul Bari)
4- Pergi ke masjid dengan rute (jalan) yang berbeda dengan waktu pulang dari Shalat Ied yaitu pergi ke masjid melalui suatu jalan dan pulangnya melalui jalan yang lain.
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ يَوْمُ عِيدٍ خَالَفَ الطَّرِيقَ (رواه الشيخان)
Dari Jabir bin Abdullah ra, ia berkata:” Nabi saw apabila di hari Ied, beliau mengambil jalan yang berbeda. (HR Bukhari Muslim)
5- Menghidupkan malam hari raya (Ied) dengan ibadah
6- Memakai Wewangian, anjuran ini sama seperti berhiyas untuk hari raya dan merupakan hal yang disyari’atkan.
Khutbatul Ied
Khutbah Eid sama dengan khutbah jum’at. Bedanya hanya pada awal  khutbatul ied yang pertama diucapkan 9 takbir dan pada awal khutbah yang kedua diucapkan 7 takbir. Adapun syarat dan sunah khutbah ied sama dengan khutbah jum’at hanya tidak ada adzan sebelum khutbah. Dan sebagai pengganti adzah diucapkan ”ASH-SHALATU JAMI’AH”.
Takbir Ied (Fitri & Adha)
  • Takbir pada waktu Hari Raya Ied (idul Fitri & idul Adha) hukumnya sunah.
  • Takbir merupakan suatu pemandangan indah yang mencerminkan syi’ar Islam dan ukhuwah islamiyah (persaudaraan), sesungguhnya orang islam itu bersaudara.
  • Takbir adalah pernyataan syukur kepada Allah atas selesainya pelaksanaan ibadah puasa Ramadhan yaitu suatu ibadah badaniah yang paling lama dilaksanakan oleh seorang Muslim dari fajar menyingsing sampai terbenamya matahari selama satu bulan .
  • Takbir merupakan pengumuman selesainya ibadah Haji setelah wukuf di Arafat pada tanggal 9 Dzul Hijjah dan melontar Jumratul Aqabah pada tanggal 10 Dzulhijjah (tahallul).
  • Disunahkan bagi setiap orang mengeraskan takbirnya ketika keluar menuju masjid atau tanah lapang untuk shalat.
عَنْ أُمِّ عَطِيَّة رَضِيَ اللهُ عَنْهُا قَالَتْ كُنَّا نُؤْمَرُ بإخْراجِ الْحُيَّضِ فَيُكَبِّرْنَ بِتَكْبِيرِهِمْ (رواه الشيخان)
Dari Umi ‘Athiyyah ra, ia berkata: “Dahulu kami diperintahkan (pada hari ied) untuk mengeluarkan wanita yang sedang haid, mereka bertakbir dengan takbir mereka ” (HR Bukhari Muslim). Hal ini diperintahkan untuk mengharap keberkahan dan kesucian hari itu
Takbir Ied dibagi atas dua bagian:
1- Takbir Mursal (Bebas) yaitu takbir Iedul Fitri yang dilakukan sepanjang malam dan pagi hari di rumah, di masjid, di jalan raya dan dimana saja, waktunya mulai terbenam matahari malam iedul fitri (malam takbiran) sampai imam ber-takbiratul ihram pada shalat iedul fitri. Allah berfirman:
وَلِتُكْمِلُواْ الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُواْ اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ – البقرة ﴿١٨٥﴾
Artinya: “Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (Qs Al-Baqarah ayat:185)
2- Takbir Muqayyad (Terikat) ialah takbir Iedul Adha yang diucapkan setelah shalat lima waktu bagi yang tidak melakukan ibadah Haji. Waktunya dimulai dari fajar hari Arafah (9 dhulhijjah) sampai selesai hari-hari Tasyrik yaitu 13 dhulhijjah di waktu shalat ashar.
عَنْ عَلِيٍّ وَعَمَّارٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَجْهَرُ فِي الْمَكْتُوبَاتِ بِ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ , وَكَانَ يَقْنُتُ فِي الْفَجْرِ , وَكَانَ يُكَبِّرُ يَوْمَ عَرَفَةَ صَلاةَ الْغَدَاةِ , وَيَقْطَعُهَا صَلاةَ الْعَصْرِ آخِرَ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ (رواه الحاكم و قال هذا حديث صحيح الإسناد)
Dari Ali ra dan Ammar ra, mereka berkata: “sesungguhnya Rasulallah saw menjaharkan bacaan”Bismillah ar-Rahman ar-Rahim) dalam shalat lima waktu (yang dijaharkan), berqunut dalam shalat subuh, dan bertakbir mulai dari shalat subuh di hari Arafah sampai selesai hari-hari Tasyriq di shalat ashar” (RH Hakim dengan sanad shahih)
Cara Takbir Iedul Fitri Dan Adha
اَللهُ اَكْبَرْ اَللهُ اَكْبَرْ اَللهُ اَكْبَرْ لاَالهَ اِلاَّ اللهُ وَالله اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرْ وَللهِ الْحَمْدُ 3×
اَللهُ اَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَاَصِيْلاً لاَاِلهَ اِلاَّاللهُ وَلاَ نَعْبُدُ اِلاَّ اِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْ كَرِهَ الكَافِرُوْنَ لاَاِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَاَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ اْلأَحْزَابَ وَحْدَهُ لاَاِلهَ اِلاَّاللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرْ وَللهِ الْحَمْدُ
Artinya: Allah maha besar, Allah maha besar, Allah maha besar. Tidak ada Tuhan melainkan Allah. Allah maha besar. Allah maha besar. Milik Allah lah segala puji-pujian”.
Allah maha besar dengan sebesar-besarnya. Segala puji-pijian milik Allah dengan sebanyak-banyaknya. Maha suci Allah di waktu pagi dan petang. Tidak ada Tuhan melainkan Allah. Kami tidak menyembah melainkanNya dalam keadaan kami mengikhlaskan agama untukNya, sekalipun orang-orang kafir membenci. Tidak ada Tuhan melainkan Allah satu-satunya. Dia telah menepatkan janjiNya dan telah menolong hambaNya serta mengalahkan tentera-tentera bersekutu (dengan kekuasaanNya) semata-mata. Tidak ada Tuhan melainkan Allah. Allah maha besar”.
لِمَا صَحَّ أَنَّ النَبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَهُ عَلَى الصَفَا (رواه مسلم)
Bacaan takbir diatas telah dilakukan Rasulallah saw ketika beliau sa’i dan berada di atas bukit shafa (HR Muslim)
  • sholat gerhana
Sholat Gerhana
Gerhana (Bulan dan Matahari) sebagai satu perkara yang luar biasa. Kejadian gerhana ini merupakan di antara tanda-tanda kebesaran Allah. Apabila terjadi gerhana bulan ataupun matahari maka disunnahkan bagi kita untuk mengerjakan sholat sunah gerhana bulan (Kusuf) atau gerhana matahari (Khusuf). Shalat ini hukumnya sunah mu’akkadah yaitu sunah yang selalu dilakukan oleh Nabi saw secara berjama’ah sebanyak dua raka’at
عَنْ أبي مَسْعُودٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قالَ : قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ الشَّمْسَ وَالقَمَرَ لاَ يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ مِنَ النَّاسِ، وَلَكِنَّهُمَا آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللهِ، فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَقُومُوا فَصَلُّوا (رواه الشيخان)
Dari Abi Masud ra, Nabi saw bersabda: Sesungguhnya matahari dan bulan tidak mengalami gerhana kerena kematian seseorang atau kehidupannya (kelahirannya). Tetapi, kedua-duanya adalah dua tanda antara tanda-tanda kebesaran Allah. Apabila kamu semua melihat kedua-duanya (mengalami gerhana) maka dirikanlah sholat. (HR Bukhari Muslim)
Cara ringkas mengerjakan sholat gerhana
Raka’at pertama
  • Takbiratul Ihram dengan niat di dalam hati untuk mengerjakan sholat gerhana (kusuf atau khusuf),
  • Membaca surah al-Fatihah
  • Ruku
  • I’tidal (bangun dari ruku)
  • Membaca surat al-Fatihah
  • Ruku
  • I’tidal (bangun dari ruku)
  • Sujud
  • Duduk antara dua sujud
  • Sujud yang kedua
  • Bangun untuk raka’at kedua
  • Maka selesailah raka’at pertama.
Kemudian dilanjutkan ke raka’at kedua
  • Membaca surah al-Fatihah
  • Ruku
  • I’tidal (bangun dari ruku)
  • Membaca surat al-Fatihah
  • Ruku
  • I’tidal (bangun dari ruku)
  • Sujud
  • Duduk antara dua sujud
  • Sujud yang kedua
  • Duduk untuk tahiyyat akhir
  • Memberi salam ke kanan dan ke kiri
Keterangan : Dalam setiap raka’at shalat gerhana ada dua qiyam, dua pembacaan Fatihah, dua ruku, dua i’tidal, dua sujud
Cara sempurna mengerjakan shalat gerhana:
Raka’at pertama
  • Takbiratul Ihram diiringi dengan niat di dalam hati untuk mengerjakan sholat gerhana (kusuf atau khusuf),
  • Membaca do’a iftitah (lihat do’a iftitah dalam shalat)
  • Membaca ta’awwudh (‘Audzubillahi minasyaitanir rajim)
  • Membaca surah al-Fatihah
  • Membaca surat al-Baqarah atau semisalnya setelah surat al-Fatihah
  • Ruku dan membaca tasbih pada ruku pertama lamanya bacaan tasbis seperti membaca 100 ayat dari surat al-baqarah,
  • I’tidal (bangun dari ruku)
  • Membaca surat al-Fatihah
  • Membaca surat al-quran sebanyak 100 ayat setelah surat al-Fatihah
  • Ruku dan membaca tasbih di ruku kedua lamanya sama seperti membaca 80 ayat al-qur’an
  • I’tidal (bangun dari ruku) dan berthum’aninah
  • Sujud dan membaca tasbih dalam sujud pertama lamanya sama seperti membaca 100 ayat al-qur’an
  • Duduk antara dua sujud dan membaca do’a yang biasa dibaca disaat duduk dalam shalat dan tidak dipanjangkan do’anya
  • Sujud yang kedua dan membaca tasbih dalam sujud kedua lamanya sama seperti membaca 80 ayat al-quran
  • kemudian bangun untuk rakaat kedua. Maka  selesailah raka’at pertama
Kemudian melanjutkan ke raka’at kedua
  • Membaca surat al-Fatihah
  • Membaca surat sebanyak 150 ayat al-qur’an setelah surat al-Fatihah
  • Ruku dan membaca tasbih pada ruku pertama lamanya sama seperti membaca 70 ayat al-Qur’an
  • I’tidal (bangun dari ruku)
  • Membaca surat al-Fatihah
  • Membaca surat al-quran sebanayk 100 ayat setelah surat al-Fatihah
  • Ruku dan membaca tasbih di ruku kedua sekedar membaca 50 ayat
  • I’tidal (bangun dari ruku) dan berthum’aninah
  • Sujud dan membaca tasbih dalam sujud pertama lamannya sama seperti membaca 70 ayat
  • Duduk antara dua sujud dan membaca do’a yang biasa dibaca disaat duduk dalam shalat dan tidak dipanjangkan do’anya
  • Sujud yang kedua dan membaca tasbih dalam sujud kedua lamanya sama seperti membaca 50 ayat
  • Duduk untuk tahiyyat akhir
  • Memberi salam ke kanan dan ke kiri
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ انْكَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَالنَّاسُ مَعَهُ فَقَامَ قِيَامًا طَوِيلاً قَدْرَ نَحْوِ سُورَةِ الْبَقَرَةِ ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً ثُمَّ رَفَعَ فَقَامَ قِيَامًا طَوِيلاً وَهُوَ دُونَ الْقِيَامِ الأَوَّلِ ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الأَوَّلِ ثُمَّ سَجَدَ ثُمَّ قَامَ قِيَامًا طَوِيلاً وَهُوَ دُونَ الْقِيَامِ الأَوَّلِ ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الأَوَّلِ ثُمَّ رَفَعَ فَقَامَ قِيَامًا طَوِيلاً وَهُوَ دُونَ الْقِيَامِ الأَوَّلِ ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الأَوَّلِ ثُمَّ سَجَدَ ثُمَّ انْصَرَفَ (رواه الشيخان)
Dari Ibnu Abbas ra ia berkata: Gerhana matahari pernah terjadi di masa Rasulullah saw. Kemudian beliau sholat bersama para sahabat. Beliau pun berdiri dengan lama sekadar bacaan surat al-baqarah. Kemudian ruku dengan lama, lalu berdiri lagi dengan lama namun lebih pendek dari yang pertama, lalu ruku dengan lama namun lebih pendek dari yang pertama, lalu mengangkat kepala dan bersujud. Kemudian beliau pun berdiri lagi dengan lama namun lebih pendek dari yang pertama, lalu ruku dengan lama namun lebih pendek dari yang pertama, lalu berdiri lagi dengan lama namun lebih pendek dari yang pertama, lalu ruku dengan lama namun lebih pendek dari yang pertama lalu mengangkat kepala dan bersujud. Kemudian beliau berpaling (setelah selesai shalat) (HR Bukhari Muslim)
عَنْ أَبِى مُوسَى رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ خَسَفَتِ الشَّمْسُ فِى زَمَنِ النَّبِىِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَامَ فَزِعًا يَخْشَى أَنْ تَكُونَ السَّاعَةُ حَتَّى أَتَى الْمَسْجِدَ فَقَامَ يُصَلِّى بِأَطْوَلِ قِيَامٍ وَرُكُوعٍ وَسُجُودٍ مَا رَأَيْتُهُ يَفْعَلُهُ فِى صَلاَةٍ قَطُّ (رواه مسلم)
Dari Abi Musa al-Asy’ari ra, beliau berkata: Matahari mengalami gerhana pada zaman Rasulullah saw, lalu beliau berdiri dalam keadaan takut, karena khuwatir hari kiamat telah tiba, sehingga beliau tiba di masjid, beliau berdiri shalat dengan sangat lama lalu ruku’ dan sujud. Aku sama sekali tidak pernah melihat beliau melakukan seperti itu di dalam sholat apa pun. (HR Muslim)
– Disunahkan khutbah (dua khutbah) seperti khutbah jumat menganjurkan manusia agar bertaubat, melakukan kebaikan dan bersodakah.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا أَنَّ النَبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرِغَ مِنْ صَلاَتِهِ فَقَامَ فَخَطَبَ النَّاسَ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ وقال : إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لا يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلا لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَادْعُوا اللَّهَ وَصَلُّوا حَتَّى يَنْجَلِيَ (رواه الشيخان)
Dari Aisyah ra ia berkata: Rasulallah saw selesai dari shalatnya (shalat gerhana), kemudian beliau bangun dan berkhutbah, beliau memuji Allah dan bersabda: “matahari dan bulan dua tanda kekuasaan dari tanda tanda kekuasaan Allah, tidak ada hubungannya dengan kematian seseorang atau kelahiran seseorang. Oleh karena itu apabila kalian melihat hal tersebut, maka berdo’alah dan shalatlah sampai selesai gerhana (HR Bukhari Muslim)
– Disunahkan tidak menjaharkan bacaan dalam gerhana matahari karena dilakukan pada siang hari.
عَنْ سَمْرَة رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : صَلَّى بِنَا النَبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي كُسُوْفٍ لاَ تَسْمَعُ لَهُ صَوْتًا (حسن صحيح الترمذي)
Dari Samrah ra ia berkata: Rasulallah saw shalat gerhana matahari bersama kami, dan kami tidak mendengar suaranya (HR at-Tirmidzi, hadist hasan shahih)
– Disunahkan jahar dalam bacaan pada gerhana bulan karena dilakukan pada malam hari
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا : جَهَرَ النَّبيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي صَلَاةِ الْخُسُوفِ بِقِرَاءَتِهِ (رواه الشيخان)
Dari Aisyah ra, ia berkata: sesungguhnya Nabi saw menjaharkan dalam bacaanya pada shalat gerhana bulan (HR Bukhari Muslim).
– Masuk waktu shalat gerhana dimulai dari masuknya gerhana sampai selesainya
عَنْ جَابِرِ رَضِيَ اللَّهُ أَنَّ النَبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَادْعُوا اللَّهَ وَصَلُّوا حَتَّى يَنْجَلِيَ (رواه الشيخان)
Dari Jabir ra, Rasulallah saw bersabda: ”Jika kalian melihat yang demikian (gerana), maka dirikanlah shalat sehingga selesai gerhana” (HR Bukhari Muslim)
  • sholat istisqa'
Shalat Istisqa’ (Minta Hujan)
Istisqa’ dalam bahasa artinya meminta hujan, yaitu berdo’a kepada Allah meminta diturunkan hujan di saat terjadinya musim peceklik atau kemarau panjang. Maka pada saat itu disunahkan melaksanakan shalat istisqa dua raka’at.
عَنْ عَبَّادِ بْنِ تَمِيمٍ عَنْ عَمِّهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ بِالنَّاسِ يَسْتَسْقِي فَصَلَّى بِهِمْ رَكْعَتَيْنِ جَهَرَ بِالْقِرَاءَةِ فِيهَا وَحَوَّلَ رِدَاءَهُ وَرَفَعَ يَدَيْهِ وَاسْتَسْقَى وَاسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةَ (رواه الشيخان)
Daripada ‘Abbad bin Tamim dari pamannya, ia berkata: Nabi saw keluar untuk mengerjakan solat Istisqa’. Beliau sholat dua raka’at, mengeraskan bacaan dalam kedua raka’at, merobah selendangnya dan mengangkat kedua tangannya, berdo’a memohon hujan dan menghadap kiblat (HR Bukhari Muslim)
Ada beberpa hal yang perlu diketahui dalam pelaksanaan shalat istisqa’:
– Shalat istisqa dilakukan dua raka’at, seperti shalat ied, bertakbir tujuh kali di raka’at pertama dan lima kali pada raka’at kedua selain takbiratul ihram dan takbir bangun dari ruku.
– Disunahkan bagi imam mengeraskan suaranya dalam shalat, dan membaca surat setelah al-Fatihah sama dengan bacaan surat dalam shalat ied.
عَنْ ابْنِ عَبَّاس رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُتَوَاضِعًا مُتَبَذِّلًا مُتَخَشِّعًا مُتَرَسِّلًا مُتَضَرِّعًا فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَمَا يُصَلِّي فِي الْعِيدِ (رواه أبو داوود و الترمذي و النسائي)
Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata: Nabi saw keluar (untuk shalat istisqa) dengan merendahkan hati, mengenakan pakaian biasa (penampilan sederhana), dengan khusyu’ dan dengan penuh harapan. Maka beliau shalat dua raka’at sebagaimana shalat ied (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasai’)
– Disunahkan bagi imam mengajak kaum muslimin untuk bertaubat, bershadaqah dan tidak berbuat kezaliman, begitu pula disunahkan mengajak mereka untuk berpuasa selama 3 hari sebelum keluar untuk melaksanakan shalat Istisqa. Dan di hari yang keempat mengajak mereka keluar untuk shalat dalam keadaan puasa, dengan penuh pengorbanan, merendahkan diri, khusyu dan dengan pakaian biasa (bukan seperti pakian Hari Raya). Allah berfirman:
وَيقَوْمِ اسْتَغْفِرُواْ رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُواْ إِلَيْهِ يُرْسِلِ السَّمَآءَ عَلَيْكُمْ مِّدْرَاراً – هود﴿٥٢﴾
Artinya: “Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu,” (Qs Hud ayat 52)
Allah berfirman:
لَمَّآ آمَنُواْ كَشَفْنَا عَنْهُمْ عَذَابَ الخِزْيِ فِي الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَمَتَّعْنَاهُمْ إِلَى حِينٍ – يونس ﴿٩٨﴾
Artinya: “Tatkala mereka (kaum Yunus itu), beriman, Kami hilangkan dari mereka azab yang menghinakan dalam kehidupan dunia,” (Qs Yunus ayat: 98)
عَنْ ابْنِ عَبَّاس رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُتَوَاضِعًا مُتَبَذِّلًا مُتَخَشِّعًا مُتَرَسِّلًا مُتَضَرِّعًا فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَمَا يُصَلِّي فِي الْعِيدِ (رواه أبو داوود و الترمذي و النسائي)
Sesuai dengan hadits tersebut diatas dari Ibnu Abbas ra, ia berkata: Nabi saw keluar (untuk shalat istisqa) dengan merendahkan hati, mengenakan pakaian biasa (penampilan sederhana), dengan khusyu’ dan dengan penuh harapan. Maka beliau shalat dua raka’at sebagaimana shalat ied (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasai’)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ثَلاثَةٌ لا تُرَدُّ دَعْوَتُهُمْ الإِمَامُ الْعَادِلُ وَالصَّائِمُ حِينَ يُفْطِرُ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ (حسن صحيح الترمذي)
Dari Abu Hurairah ra, Rasulallah saw bersabda: Ada tiga golongan orang yang tidak ditolak do’a mereka: orang yang berpuasa hingga berbuka, pemimpin yang adil dan do’a orang yang dizalimi (HR. Tirmidzi, hadist hasan shahih).
– Disunahkan mengajak orang tua, orang orang shalih, anak-anak, laki-laki dan perempuan, begitu pula disunahkan membawa hewan-hewan ternak keluar untuk shalat istisqa
عَنْ مُصْعَبِ بْنِ سَعْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : هَلْ تُنْصَرُونَ وَتُرْزَقُونَ إِلاَّ بِضُعَفَائِكُمْ (رواه البخاري)
Dari Mus’ab bin Sa’ad, Rasulallah saw bersabda “Kalian tidaklah mendapat pertolongan dan rizki melainkan disebabkan oleh orang-orang lemah diantara kalian“ (HR: Bukhari)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ, قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ , يَقُولُ : خَرَجَ نَبِيٌّ مِنَ الأَنْبِيَاءِ بِالنَّاسِ يسْتَسْقِي فَإِذَا هُوَ بِنَمْلَةٍ رَافِعَةٍ بَعْضَ قَوَائِمِهَا إِلَى السَّمَاءِ , فَقَالَ : ارْجِعُوا فَقَدِ اسْتُجِيبَ لَكُمْ مِنْ أَجْلِ شَأْنِ هَذِهِ النَّمْلَةِ. (الحاكم في المستدرك و قال هذا حديث صحيح الإسناد)
Dari Abu Hurairah ra, ia berkata: Aku mendengar Rasulallah saw bersabda: Salah seorang Nabi keluar mencari air (maksudnya: shalat istisqa’, meminta hujan kepada Allah), lalu ia melihat seekor semut dengan bersandar ke punggungnya dan mengangkat kedua kakinya ke langit. Kemudian ia (Nabi itu) berkata (kepada kaumnya), “Kembalilah pulang, Allah telah menerima do’a kalian karena do’a seekor semut ini.” (HR Hakim dalam Mustadrak dengan sanad shahih)
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ كَانَ إِذَا قَحَطُوا اسْتَسْقَى بِالْعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ فَقَالَ اللَّهُمَّ إِنَّا كُنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّنَا فَتَسْقِينَا وَإِنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِعَمِّ نَبِيِّنَا فَاسْقِنَا قَالَ فَيُسْقَوْنَ (رواه البخاري)
Dari Anas bin Malik ra, Sayyidina Umar ra jika musim paceklik tiba, beliau minta doa kepada Abbas ra, paman Nabi saw lalu ia berdo’a: “Ya Allah, sesungguhnya kami bertawasul kepada Mu dengan Nabi kami, maka Engkau turunkan hujan. Dan sekarang kami bertawasul kepada-Mu dengan paman Nabi-Mu, maka turunkanlah hujan kepada kami.” ia berkata: “Maka diturunlah hujan kepada mereka”. (HR Bukhari)
-Disunahkan khutbah sesudah sholat Istisqa’ sebagaimana khutbah untuk sholat ied. Bedanya hanya takbir dalam kedua khutbah ied diganti dengan bacaan istighfar pada khutbah istisqa’ yaitu pada khutbah awal disunnahkan membaca istighfar 9 kali dan pada khutbah kedua membaca istighfar 7 kali sebagai ganti dari takbir
-Dan disunahkan berdo’a pada khutbah pertama dengan do’a Nabi saw yang diriwayatkan dari Ibnu Umar ra, bahawsanya Rasulallah sw jika meminta hujan beliau bersabda:
اللَّهُمَّ أًسْقِنَا غَيْثًا مُغِيْثًا , هَنِيْئًا مَرِيْئًا , مَرِيْعًا غَدَقًا , مُجَلِّلًا سَحًّا طَبَقًا دَائِمًا , اللَّهُمَّ اسْقِنَا الْغَيْثَ وَلَا تَجْعَلْنَا مِنْ الْقَانِطِيْنَ , اللَّهُمَّ إنَّ بِالْعِبَادِ وَالْبِلَادِ مِنَ اللَّأْوَاءِ وَالْجَهْدِ وَالضَّنْكِ مَا لَا نَشْكُوْ إلَّا إلَيْكَ اللَّهُمَّ أَنْبِتْ لَنَا الزَّرْعَ وَأَدِرَّ لَنَا الضَّرْعَ وَاسْقِنَا مِنْ بَرَكَاتِ السَّمَاءِ ,   وَأَنْبِتْ لَنَا مِنْ بَرَكَاتِ الْأَرْضِ , اللَّهُمَّ ارْفَعْ عَنَّا الْجَهْدَ وَالْجُوْعَ وَالْعُرْيَ وَاكْشِفْ عَنَّا مِنَ الْبَلَاءِ مَا لَا يَكْشِفُهُ غَيْرُكَ , اللَّهُمَّ إنَّا نَسْتَغْفِرُكَ إنَّكَ كُنْتَ غَفَّارًا , فَأَرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْنَا مِدْرَارًا (الشافعي تعليقا)
“Ya Allah turunkanlah hujan kepada kami sebagai penyelamat dari malapetaka, yang membuat hewan gemuk tanpa membahayakan, yang terpuji akibatnya, yang mendatangkan kesuburan, yang melimpah ruah air dan kebaikannya, yang rata menyelimuti cakrawala, yang deras alirannya, yang merata di bumi, selamanya  sampai terpenuhinya kebutuhan air. Ya Allah turunkanlah hujan kepada kami dan janganlah Engkau jadikan kami termasuk dari golongan orang-orang yang berputus asa. Ya Allah pada hamba-hamba dan daerah-daerah terjadi  kelaparan,kesusahan(sedikitnya kebaikan) dan kesempitan yang tak dapat kami mengadu kecuali hanya padaMu.  Ya Allah tumbuhkanlah bagi kami tanaman dan deraskanlah curahan air susu dan turunkanlah kepada kami keberkahan dari langit(hujan), dan tumbuhkanlah bagi kami berkah-berkah bumi (padang rumput), Ya Allah hilangkanlah dari kami kesulitan, kelaparan, telanjang dan hilangkanlah dari kami cobaan yang tiada mampu menghilangkannya kecuali hanya Engkau. Ya Allah sungguh kami memohon ampunanMu, sesungguhnya Engkau adalah Dzat yang senantiasa memberi ampunan atas kesalahan-kesalahan hamba-hambaMu, maka turunkanlah hujan deras kepada kami.”(HR Syafie)
– Disunahkan dalam khutbah kedua bagi khatib untuk menghadap kiblat dengan posisi membelakangi ma’mum sambil berdo’a, para makmum mengikuti berdo’a atau makmum mengamini do’a khotib dengan cara mengangkat kedua tangan.
– Disunnahkan memindah posisi rida’ (selendang) Setelah khotib berdo’a dalam keadaan menghadap kiblat. Kemudian makmum juga mengikuti khotib memindah selendang dalam posisi duduk. yakni memindahkan posisi selendang sebelah kanan ke sebelah kiri dan yang sebelah kiri ke sebelah kanan, dan memindahkan ujung selendang bagian atas ke bawah dan sebaliknya.
عن عَبْدَ اللَّهِ بْنَ زَيْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ إِلَى الْمُصَلَّى يَسْتَسْقِي فَاسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةَ وَقَلَّبَ رِدَاءَهُ (رواه الشيخان)
Dari Abdullah bin Zed ra, ia berkata: sesungguhnya Rasullah saw keluar ke mushallah untuk shalat istisqa, maka beliau menghadap ke kiblat dan memindahkan selendangnya” (HR Bukhari Muslim)
Comments
0 Comments

No comments :

Post a Comment